Pada dasarnya para pihak yang berperkara di
pengadilan tidak diperbolehkan atau
dilarang menolak hakim yang telah ditunjuk oleh pengadilan untuk menangani
suatu perkara sengketa kecuali hakim
tersebut terbukti melakukan perbuatan atau tindakan tercela yang merugikan
salah satu pihak yang sedang berperkara atau berpihak kepada salah satu pihak,
maka para pihak atau salah satu pihak yang sedang berperkara dapat mengajukan
penolakan terhadap hakim yang menangani perkara tersebut dengan alasan-alasan
tersebut pula.
Alasan-alasan penolakan terhadap hakim berlaku juga
terhadap penuntut umum , panitera, dan panitera pengganti. Khusus untuk
penuntut umum tidak dapat di tolak apabila karena jabatannya penuntut umum
terlibat langsung sebagai pihak dalam suatu perkara baik dalam perkara perdata
maupun pidana.
Dalam waktu 2 hari anggota majelis hakim yang di
tolak harus memberikan tanggapan secara tertulis tentang adanya penolakan dari
para pihak atau salah satu pihak dalam suatu perkara yang di tanganinya kepada
hakim ketua pengadilan negeri tentang alasan-alasan penolakannya. Jika secara
tertulis yang di tolak oleh para pihak atau salah satu pihak yang berperkara
adalah hakim ketua, maka hakim ketua memberikan tanggapan tentang adanya
penolakan kepada hakim wakil ketua, jika hakim wakil ketua tidak ada maka
kepada hakim anggota yang pangkatnya di bawah ketua sebelum hakim ketua memulai
tugasnya.
Dengan adanya penolakan hakim di atas, maka majelis
hakim akan menyelidiki alasan-alasan penolakan tersebut, jika alasan-alasan
penolakan tersebut terbukti adanya maka penolakan akan dikabulkan, namun jika
alasan-alasan penolakan tersebut tidak terbukti maka permohonan penolakan
tersebut tidak akan dikabulkan dan pemeriksaan akan terus dijalankan.
Apabila permohonan penolakan yang pertama terhadap
hakim belum mendapatkan jawabannya maka pengajuan permohonan penolakan yang
kedua dan berikutnya tidak dapat diajukan sebelum ada putusan mengenai
pengajuan penolakan yang pertama. Selama belum ada keputusan mengenai penolakan
hakim yang diajukan penolakan maka hakim tersebut tidak diperbolehkan
mengundurkan diri dari penanganan suatu perkara sengketa.
Permohonan penolakan terhadap anggota majelis dan
ketua majelis hakim dalam suatu persidangan di pengadilan diajukan secara
tertulis disertai alasan-alasannya dan di tanda tangani oleh pihak yang
mengajukan penolakan tersebut. Pengajuan permohonan penolakan tersebut
selambat-lambatnya sebelum dilakukan pledoi
(pembelaan) atau sebelum tenggang waktu tanya jawab (repliek dan dupliek) habis
kecuali alasan-asalan yang menjadi
sebab penolakan tersebut baru timbul kemudian. Selanjutnya ketua atau hakim
wakil ketua akan memutuskan tentang pengajuan penolakan tersebut di dalam
sidang pengadilan terhadap anggota majelis hakim atau hakim ketua majelis di
kabulkan atau tidak di kabulkan permohonan penolakan tersebut. Putusan mengenai
di kabulkan atau tidaknya permohonan tersebut tidak dapat dimintai banding atau
kasasi (pasal 34, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44 Rv).
Pengajuan permohonan penolakan terhadap anggota
majelis atau hakim ketua majelis tidak dapat ditolak kecuali dalam hal sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 35 Rv
yang dinyatakan:
1. Jika
ia secara pribadi mempunyai kepentingan dalam perkara yang bersangkutan.
2. Jika
ia dengan salah satu pihak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau periparan
sampai derajat ke empat.
3. Jika
dalam waktu satu tahun sebelum penolakan terhadap salah satu pihak atau
istrinya atau pun terhadap keluarga sedarah atau keluarga karena perkawinan
dalam garis lurus, telah dilakukan proses pidana atas tuntutannya atau karena
tindakannya.
4. Jika
ia telah memberikan nasihat tertulis di dalam perkara itu.
5. Jika
ia selama berjalannya perkara telah menerima suatu pemberian kepadanya yang di
setujuinya.
6. Jika
ia, istrinya, keluarga sedarah serta keluarga karena perkawinan mereka dalam
garis lurus mempunyai persengketaan tentang pokok perkara serupa dengan yang
sedang di alami oleh para pihak.
7. Jika
antara hakim, istrinya keluraga sedarah mereka atau keluarga mereka karena
perkawinan dalam garis lurus masih dalam proses perkara perdata dan salah satu
pihak masih tersangkut di dalanya.
8. Jika
hakim adalah wali, pengampu, pewaris atau yang menerima hibah dari salah satu
pihak atau jika salah satu pihak kemungkinan besar adalah ahli warisnya.
9. Jika
ia adalah seorang pengurus suatu yayasan, perserikatan atau badan pemerintahan
yang menjadi salah satu pihak.
10. Jika
terdapat permusuhan yang hebat antara dia dan salah satu pihak .
11. Jika
antara hakim dan salah satu pihak sejak timbulnya perkara atau dalam waktu 6
(enam) bulan sebelum penolakan telah terjadi penghinaan atau ancaman.
Pengecualian sebagaimana di sebutkan dalam pasal 35
Rv di atas dimaksudkan untuk menghindari adanya keputusan pengadilan yang tidak
mencerminkan keadilan bagi para pihak yang berperkara di pengadilan.
Daftar
Pustaka / Sumber: Sarwono. 2011. Hukum Acara
Perdata Teori Dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika.
Komentar
Posting Komentar