Langsung ke konten utama

Penolakan Hakim Dalam Persidangan Pengadilan



Penolakan Hakim Dalam Persidangan Pengadilan
      Pada dasarnya para pihak yang berperkara di pengadilan tidak diperbolehkan  atau dilarang menolak hakim yang telah ditunjuk oleh pengadilan untuk menangani suatu perkara sengketa kecuali hakim tersebut terbukti melakukan perbuatan atau tindakan tercela yang merugikan salah satu pihak yang sedang berperkara atau berpihak kepada salah satu pihak, maka para pihak atau salah satu pihak yang sedang berperkara dapat mengajukan penolakan terhadap hakim yang menangani perkara tersebut dengan alasan-alasan tersebut pula.

      Alasan-alasan penolakan terhadap hakim berlaku juga terhadap penuntut umum , panitera, dan panitera pengganti. Khusus untuk penuntut umum tidak dapat di tolak apabila karena jabatannya penuntut umum terlibat langsung sebagai pihak dalam suatu perkara baik dalam perkara perdata maupun pidana.
     Dalam waktu 2 hari anggota majelis hakim yang di tolak harus memberikan tanggapan secara tertulis tentang adanya penolakan dari para pihak atau salah satu pihak dalam suatu perkara yang di tanganinya kepada hakim ketua pengadilan negeri tentang alasan-alasan penolakannya. Jika secara tertulis yang di tolak oleh para pihak atau salah satu pihak yang berperkara adalah hakim ketua, maka hakim ketua memberikan tanggapan tentang adanya penolakan kepada hakim wakil ketua, jika hakim wakil ketua tidak ada maka kepada hakim anggota yang pangkatnya di bawah ketua sebelum hakim ketua memulai tugasnya.
Dengan adanya penolakan hakim di atas, maka majelis hakim akan menyelidiki alasan-alasan penolakan tersebut, jika alasan-alasan penolakan tersebut terbukti adanya maka penolakan akan dikabulkan, namun jika alasan-alasan penolakan tersebut tidak terbukti maka permohonan penolakan tersebut tidak akan dikabulkan dan pemeriksaan akan terus dijalankan.
     Apabila permohonan penolakan yang pertama terhadap hakim belum mendapatkan jawabannya maka pengajuan permohonan penolakan yang kedua dan berikutnya tidak dapat diajukan sebelum ada putusan mengenai pengajuan penolakan yang pertama. Selama belum ada keputusan mengenai penolakan hakim yang diajukan penolakan maka hakim tersebut tidak diperbolehkan mengundurkan diri dari penanganan suatu perkara sengketa.
Permohonan penolakan terhadap anggota majelis dan ketua majelis hakim dalam suatu persidangan di pengadilan diajukan secara tertulis disertai alasan-alasannya dan di tanda tangani oleh pihak yang mengajukan penolakan tersebut. Pengajuan permohonan penolakan tersebut selambat-lambatnya sebelum dilakukan pledoi (pembelaan) atau sebelum tenggang waktu tanya jawab (repliek dan dupliek) habis kecuali alasan-asalan yang menjadi sebab penolakan tersebut baru timbul kemudian. Selanjutnya ketua atau hakim wakil ketua akan memutuskan tentang pengajuan penolakan tersebut di dalam sidang pengadilan terhadap anggota majelis hakim atau hakim ketua majelis di kabulkan atau tidak di kabulkan permohonan penolakan tersebut. Putusan mengenai di kabulkan atau tidaknya permohonan tersebut tidak dapat dimintai banding atau kasasi (pasal 34, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44 Rv).

     Pengajuan permohonan penolakan terhadap anggota majelis atau hakim ketua majelis tidak dapat ditolak kecuali dalam hal sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 35 Rv yang dinyatakan:
1.    Jika ia secara pribadi mempunyai kepentingan dalam perkara yang bersangkutan.
2.    Jika ia dengan salah satu pihak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau periparan sampai derajat ke empat.
3.    Jika dalam waktu satu tahun sebelum penolakan terhadap salah satu pihak atau istrinya atau pun terhadap keluarga sedarah atau keluarga karena perkawinan dalam garis lurus, telah dilakukan proses pidana atas tuntutannya atau karena tindakannya.
4.    Jika ia telah memberikan nasihat tertulis di dalam perkara itu.
5.    Jika ia selama berjalannya perkara telah menerima suatu pemberian kepadanya yang di setujuinya.
6.    Jika ia, istrinya, keluarga sedarah serta keluarga karena perkawinan mereka dalam garis lurus mempunyai persengketaan tentang pokok perkara serupa dengan yang sedang di alami oleh para pihak.
7.    Jika antara hakim, istrinya keluraga sedarah mereka atau keluarga mereka karena perkawinan dalam garis lurus masih dalam proses perkara perdata dan salah satu pihak masih tersangkut di dalanya.
8.    Jika hakim adalah wali, pengampu, pewaris atau yang menerima hibah dari salah satu pihak atau jika salah satu pihak kemungkinan besar adalah ahli warisnya.
9.    Jika ia adalah seorang pengurus suatu yayasan, perserikatan atau badan pemerintahan yang menjadi salah satu pihak.
10.     Jika terdapat permusuhan yang hebat antara dia dan salah satu pihak .
11.     Jika antara hakim dan salah satu pihak sejak timbulnya perkara atau dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum penolakan telah terjadi penghinaan atau ancaman.
Pengecualian sebagaimana di sebutkan dalam pasal 35 Rv di atas dimaksudkan untuk menghindari adanya keputusan pengadilan yang tidak mencerminkan keadilan bagi para pihak yang berperkara di pengadilan.



Daftar Pustaka / Sumber: Sarwono. 2011. Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sumber-Sumber Hukum Administrasi Negara

Sumber-Sumber Hukum Administrasi Negara Sumber hukum  adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan hukum serta tempat ditemukannya aturan-aturan hukum. Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa sumber hukum sering digunakan dalam beberapa arti yaitu sebagai berikut: a.  Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum, misalnya       kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa, dan sebagainya b. Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan pada hukum yang sekarang berlaku,         seperti hukum Perancis, hukum Romawi, dan lain-lain c. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada       peraturan hukum (penguasa, masyarakat) d. Sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal hukum, misalnya dokumen, undang-     undang, lontar, batu bertulis, dan sebagainya e. Sebagai sumber terjadinya hukum, sumber yang menimbulkan hukum.   Ada dua sumber hukum dalam Hukum Administrasi Negara yaitu sumber hukum mate

Sumber-Sumber Hukum Acara Pidana

Sumber-Sumber  Hukum Acara Pidana 1.       UUD 1945: bisa dilihat pada pasal 24 ayat 1 dan 2, pasal 25. 2.       KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981, LN 1981 Nomor 76). 3.       UU Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No.14 Tahun 1970, LN 1970 Nomor 74) 4.       Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 5.       UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Mahkamah Agung. Daftar Pustaka / Sumber: M. T. Makarao dan Suhasril. 2010. Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan   Praktek.  Bogor: Ghalia Indonesia.

Pihak-Pihak Dalam Hukum Acara Pidana

Pihak-Pihak Dalam Hukum Acara Pidana 1.       Tersangka atau Terdakwa a.       Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya , berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (pasal 1 butir 14 KUHAP). b.       Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan (pasal 1 butir 15 KUHAP). Perbedaan yang paling mendasar antara tersangka dengan terdakwa yaitu tersangka masih pada tingkat pemeriksaan penyidik (Polisi), sedangkan  terdakwa sudah pada tingkat pemeriksaan Jaksa (Penuntut Umum) dan pemeriksaan pengadilan. Terkait dengan hak-hak tersangka atau terdakwa dapat dilihat dalam KUHAP pasal 50 sampai pasal 68 dan pada pasal-pasal lain diantaranya pasal 27 ayat 1 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman. 2.       Penyelidik dan Penyidik a.       Penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh UU untuk melakukan penyelididkan (pasal 1 butir 4). Penyelidik